Kamis, 16 Juli 2009

BASE ISOLATOR PADA BANGUNAN

(Konsep Dasar dan Desain Pemasangannya Pada Bangunan)

Oleh :

I Gusti Made Sudika*

FT- UNR

Abstrak

Perencanaan bangunan tahan gempa konvensional selama ini berdasarkan pada konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya (membuat: Capacity > Demand).

Adalah tidak praktis untuk terus meningkatkan kekuatan bangunan dengan tak terbatas. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan isolasi seismic atau sering juga disebut dengan nama base isolation.

Dalam tulisan ini dibahas mengenai jenis isolator yang telah dikembangkan, konsep dasar dari desain dan penempatannya pada bangunan.

Kata kuunci: Base Isolation,Isolasi Seismic, Gempa

1. Pendahuluan

Sebagian dari wilayah di dunia yang dihuni manusia merupakan daerah rawan gempa, dan harapan masyarakat adalah bagaimana para ahli struktur mampu mendisain bangunan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat tinggal didalamnya dengan tenang dan aman terhadap guncangan gempa.

Filosophi perencanaan bangunan tahan gempa yang diadopsi hampir seluruh Negara di dunia mengikuti ketentuan berikut ini (Teruna,2007):

a) Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan

b) Pada gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namum komponen non-struktural diijinkan mengalami kerusakan

c) Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namum bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan

Jadi, bangunan yang dirancang secara konvensional harus mampu berdeformasi inelastic, dengan kata lain bangunan harus berperilaku daktail. Namun, meningkatkan kinerja bangunan pada level operasional merupakan tujuan utama bagi beberapa tipe bangunan seperti:

a) Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi, dsb)

b) Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup(fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)

c) Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen, perkantoran, hotel, dsb)

d) Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan Negara

e) Bangunan yang memiliki komponen dan peralatan elektronik yang mahal

f) Bangunan/museum/monumen yang berhubungan dengan sejarah

Perencanaan bangunan tahan gempa konvensional selama ini berdasarkan pada konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya (membuat: Capacity > Demand). Langkah umum yang biasanya dilakukan misalnya dengan mengunakan shear wall, system rangka pemikul momen khusus, system rangka dengan brasing dan sebagainya. Konskwensinya, pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.(Teruna,2007)

Gambar 1.1 Transmition of Ground Motions (Kelly,2001)

Seperti kita ketahui, bahwa gempa bumi terjadi dan bersifat takterkendalikan. Maka, dalam pengertian itu, kita harus menerimanya dan pastikan bahwa kapasitas struktur melebihinya. Untuk mengimbangi percepatan bumi yang meningkat pada saat terjadi gempa, kekuatan bangunan menyangkut daya tahan struktur harus ditingkatkan untuk menghindari struktural rusak. (Kelly, 2001)

Adalah tidak praktis untuk terus meningkatkan kekuatan bangunan dengan tak terbatas. Di daerah-daerah rawan gempa yang tinggi, percepatan-percepatan yang menyebabkan guncangan di dalam bangunan bisa melebihi satu atau bahkan dua kali percepatan karena gaya gravitasi, g.

Merancang bangunan agar memenuhi tingkat kekuatan ini bukanlah pekerjaan gampang, maupun murah. Maka kebanyakan peraturan-peraturan mengizinkan Engineer untuk menggunakan daktilitas untuk mencapai kapasitas. Daktilitas adalah suatu konsep tentang membiarkan unsur-unsur struktural untuk mengubah bentuk di luar batas elastiknya pada suatu cara yang dikendalikan. Di luar batas ini, elemen struktural melemah dan dispalcement akan bertambah hanya dengan peningkatan gaya yang kecil.

Mengingat hal tersebut di atas, adalah suatu hal yang sulit untuk menghindari kerusakan bangunan-bangunan akibat gempa bila digunakan perecanaan konvensional, karena hanya bergantung kepada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca elastis.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan isolasi seismic atau sering juga disebut dengan nama base isolation.

2. Konsep Dasar Base Isolation

Gagasan-gagasan di balik konsep dari base isolation adalah sangat sederhana, yaitu bagaimana memisahkan antara dasar bangunan yang berhubungan dengan tanah dan struktur bangunan atas, sehingga gerakan tanah tidak secara langsung ditransfer ke struktur atas. Konsep isolasi seismic merupakan perkembangan yang cukup signifikan dalam rekayasa kegempaan dalam 20 tahun terakhir ini. Sistem ini telah banyak digunakan Negara-Negara yang mempunai resiko tinggi terhadap gempa seperti Jepang, Italy, USA, Selandia Baru, Portugal, Iran, Indonesia, Turki, China, dan Taiwan,. sistem ini akan memisahkan bangunan atau struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan bahan isolator dengan kekakuan horizontal yang relative kecil antara bangunan atas dengan pondasinya. Bangunan dengan sistem ini mempunyai frekwensi yang jauh lebih kecil dari bangunan konvensional dan frekwensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly, 1999 dalam Teruna,2007 )

Pada gempa kuat, isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil ,akan menyebabkan perioda alamiah bangunan lebih besar, (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Pada perioda ini, percepatan gempa relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Berhubung isolator akan mereduksi percepatan pada struktur bangunan. Namun, sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan pada bangunan. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas yang dapat diterima, sistem isolasi juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mendissipasi energi. Disamping itu, sistem isolasi juga mempunyai kemampuan untuk kembali pada posisi semula setelah terjadinya gerakan seismik. Sedangkah pada gempa kecil atau akibat angin kekakuan horizontal dari sistem isolator harus memadai, agar tidak menimbulkan getaran yang menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya. Gambar 1.1 dan 1.2 dapat dilihat efek dari redaman (dumping) pada percepatan(accelerations) dan (perpindahan) displacement isolator.( Kelly,2001)

Gambar 1.1 Effect of Damping on Displacement

Gambar 1.1 Effect of Damping on Accellerations

3. Beberapa Tipe Base Isolator

3.1 Sliding System

Sistem sliding secara konsep sangat sederhana dan dapat didekati secara teoritis. Suatu lapisan didefinisikan sebagai koefisien gesek yang akan membatasi percepatan-percepatan pada nilai tertentu dan gaya yang dapat dipancarkan juga akan dibatasi pada koefisien gesek dikalikan berat.

Sistem sliding murni akan menimbulkan perpindahan (displacement) tak terhingga, dengan batas atas sepadan dengan pemindahan bumi maksimum untuk suatu koefisien gesek mendekati nol. Suatu struktur dengan sistim sliding tanpa gaya pemulih, akan mungkin berakhir di suatu posisi yang dipindahkan setelah satu gempa bumi dan boleh melanjutkan untuk memindahkan dengan aftershocks.

Ketiadaan suatu gaya pemulih bisa diperbaiki dengan menggunakan isolator yang digabungkan dengan tipe-tipe yang lain yang mana mempunyai suatu gaya pemulih atau dengan menggunakan bentuk permukaan luncur yang tidak datar , misalnya permukaan luncur yang berbentuk bola.

3.2 Ealstomeric Bearings

Elastomeric bearings terbuat dari lapisan-lapisan horisontal karet alami atau karet sintetis berupa lapisan tipis merekat diantara pelat baja. Pelat baja mencegah lapisan-lapisan karet menggelembung, dengan demikian bearing itu mampu mendukung beban vertikal yang besar dengan hanya mengalami deformasi yang kecil. Terhadap beban lateral bearing itu flexibel.

Elastomeric bearings yang sederhana menyediakan fleksibilitas, tetapi tidak ada peredaman signifikan dan akan bergerak pada beban layan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi kekurangan ini adalah dengan memasang inti pada bearing, elastomers special yang diformulasi dengan redaman tinggi dan kekakuan untuk regangan kecil, atau digabung dengan piranti lain.

3.3 Springs

Ada beberapa peranti-peranti dengan bahan dasar dari pegas-baja (steel springs) tetapi umumnya pemanfaatannya hampir bisa dipastikan adalah untuk isolati permesinan. Kelemahan utama dari pegas-pegas adalah karena bersifat fleksibel pada kedua arah (vertical dan horizontal). Pegas sendiri memiliki redaman yang kecil dan akan bergerak terlalu sering pada beban layan.

3.4 Rollers and Ball Bearings

Seperti pada pegas, umumnya dipakai pada permesinan. Tergantung pada bahan dari peluncur atau bantalan bola, ketahanan terhadap gerakan dapat cukup untuk menahan beban dan dapat menghasilkan redaman.

3.5 Soft Story, Including Sleeved Piles

Fleksibilitas disediakan oleh pin pada ujung elemen struktur seperti tiang dalam selubung, yang mana mengijinkan bergerak atau melemahkan tingkat pertama dari bangunan. Unsur-unsur ini menyediakan fleksibilitas tetapi tidak memberikan redaman, atau ketahanan pada beban layan dan pemakainnya bersama-sama dengan piranti lain yang menyediakan fungsi ini.

3.6 Rocking Isolation Systems

Sistem Rocking isolation adalah suatu kasus yang khusus dari disipasi energi yang mana tidak sesuai dengan definisi klasik isolation dengan mengijinkan translasi arah lateral. Sistim ini digunakan untuk struktur-struktur yang langsing dan prinsip dasarnya adalah karena suatu ayunan tubuh, periode dari respon meningkat dengan meningkatkan amplitudo ayunan. Hal ini menyebabkan efek periode berkala. Kemampuan memikul beban layan disediakan oleh berat dari struktur. Peredaman dapat ditambahkan dengan menggunakan peranti-peranti seperti baut atau kantilever-kantilever baja.

Gambar 3.1 Salah satu type Isolator (Elastomeric Bearing)

Gambar 3.2 Pengujian geser Isolator

a. Gedung dengan Base Isolation b. Posisi Isolator

Gambar 3.3 Bangunan yang menggunakan Isolasi seismic


4. Konsep Desain Sistem Isolasi

4.1 Prosedur Disain

Gambar 4.1 Isolator performance

Syarat-syarat batas kemampuan sistim struktur dan batasan simpangan total dapat digunakan untuk menggambarkan periode optimum yang efektip dan tingkat peredaman. Sayangnya, pemilihan perangkat keras untuk menyediakan parameter-parameter ini bukanlah sederhana.

Kebanyakan sistem isolasi menghasilkan hysteretic redaman. Periode efektip dan redaman adalah merupakan fungsi dari perpindahan , seperti yang ditunjukkan di dalam Gambar 4-1 untuk lead rubber bearing.

Oleh karena ketergantungan displacement ini, proses harus dilakukan dengan cara iterasi seperti terlihat pada skema (Gambar 4.2) untuk sistem elastomeric bearing isolation.

Suatu kesulitan lebih lanjut muncul untuk tipe-tipe dari bearing ini, seperti periode dan redaman, ukuran rencana minimum dari bearing dan juga fungsi dari displacement. Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah-langkah perhitungan dengan iterasi. Saat ini bebrapa produsen telah menyertakan spesifikasi teknis yang lengkap mengenai isolator yang diproduksinya.

Langkah-langkah iterasi yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Pada masing-masing lokasi Isolator, pilih suatu ukuran rencana yang bearing/tegas berdasar pada beban vertikal dan asumsikan suatu displacement pada peride dan redaman yang ditargetkan.

2. Hitung kekakuan efektip, periode dan dan equivalent viscous damping pada displacement yang diasumsikan.

3. Dari parameter beban gempa, hitung actual displacement untuk kekakuan dan redaman ini.

4. Hitung kembali redaman untuk actual displacement. Ulangi step 3 jika perlu.

5. Cek dan lakukan penyesuaian ukuran rencana minimum yang diperlukan untuk mendukung beban-beban vertikal pada pemindahan ini jika yang perlu.

Step tersebut terus diulang-ulang sampai didapatkan nilai yang konvergen. Agar perhitungan lebih mudah dan cepat sebaiknya menggunakan bantuan computer untuk proses iterasi.

4.2 Propertis Karet Bahan Dasar Isolator

Material karet yang dapat digunakan untuk isolator secara umum berada dalam skala kekerasan dari 37 sampai 60, dengan propertis seperti terlihat pada Table 4.1.

Tabel 4.1 Propertis karet bahan dasar isolator

Hardness

IRHD±2

Young’s

Modulus

E

(MPa)

Shear

Modulus

G

(MPa)

Material

Constant

k

Elongation

at

Break

Min, %

37

1.35

0.40

0.87

650

40

1.50

0.45

0.85

600

45

1.80

0.54

0.80

600

50

2.20

0.64

0.73

500

55

3.25

0.81

0.64

500

60

4.45

1.06

0.57

400

4.3 Kekakuan vertikal dan kapasitas beban

Pengaruh parameter yang dominan kekakuan vertikal, dan kapasitas beban vertikal, dari suatu elastomeric bearing adalah faktor bentuk. Faktor bentuk dari suatu lapisan internal, Si, dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

untuk bearing persegi dan lingkaran. …………………………..4.1

Untuk Lead Rubber Bearings, yang ada lubang untuk lead core,

……………………………………………………….4.2

dimana:

Si: Shape factor for layer I ; B: Overall plan dimension of bearing; Bb: Bonded plan dimension of rubber : ti: Rubber layer thickness ; Ab=Bonded area of rubber : Apl= Area of lead core

Gambar 4.3 Luas daerah tekan efektif

4.4Kekakuan vertical

Kekakuan vertikal dari suatu lapisan internal dihitung sebagai:

...................................................... 4.3

dimana modulus tekan, Ec, adalah fungsi dari Shape factor dan konstanta material sebagai berikut :

………………………… 4.4

Di dalam persamaan kekakuan vertikal, suatu daerah yang diredusir dari karet, Ar, dihitung didasarkan pada overlap daerah-daerah antara atas dan dasar dari bearing pada suatu displacement, ∆, sebagai berikut (lihat Gambar 4.3):

untuk bearing persegi …………………………………… 4.5

untuk bearing lingkaran …………………….. 4.6

dimana:

…………………………………………………………… 4.7

dimana modulus tekan efektif, Ec, lebih besar dibandingkan dengan bulk modulus E dan deformasi vertical merupakan bulk modulus dimasukkan sebagai pembagi Ec oleh 1+(Ec/E∞) untuk menghitung kekauan vertical.

Efek bulk modulus digunakan ketika kekakuan vertical dipakai untuk menghitungdeformasi vertical dari bearing, tetapi bukan regangan geser akibat beban vertical.

AASHTO 19999 mengenai Guide Specifications menyatakan sebagai berikut:

4.5 Kapasitas Tekan

Kapasitas terhadap beban vertical dihitung dengan menjumlahkan total regangan geser yang terjadi dalam elastomer. Total regangan dibatasi oleh batas molor dari elastomer dibagi dengan faktor keamanan sesuai dengan kondisi pembebanan.

Regangan geser dari beban vertical,

εsc= 6 si εc …………………………………………………………………… 4.8

dimana :

…………………………………………………………………… 4.9

jika pengaruh dari rotasi bearing dimasukkan ke persamaan ini maka regangan geser menjadi :

…………………………………………………………………. 4.10

Regangan geser akibat beban lateral adalah:

……………………………………………………………………. 4.11

Untuk beban layan seperti beban mati dan beban hidup, criteria regangan batas dalam AASHTO14.5.IP adalah:

dimana f=1/3 (faktor keamanan =3)

dan untuk beban ultimit dimana termasuk beban gempa :

dimana f=0,75 (faktor keamanan 1,33)

Kombinasi dari persamaan tersebut, beban vertikal maksimum, Pγ, pada simpangan ∆ dapat dihitung dari :

................................................................................... 4.12

4.6 Ketentuan AASHTO 1999

a. Regangan akibat beban hidup dan beban mati (tidak termasuk beban gempa), εs,s dan regangan akibat beban gempa, εs,eq.dibatasi sebagai berikut :

b. Regangan geser akibat gaya tekan, , adalah fungsi dari faktor keamanan maksimum:

................................................... 4.13

untuk S > 15 ................................................... 4.14

4.7 Buckling Load Capacity

Untuk bearing yang mempunyai ketebalan relative tinggi, Elastic Buckling load merupakan hal yang kritis. Buckling load dihitung dengan the Haringx Formula sebagai berikut :

Momen inertia :

Modulus elastisitas efektif adalah :

Eb=E(1+0,742Si2) ........................................................................................... 4.15

Konstanta T, R dan Q dihitung dengan:

................................................................................. 4.16

Buckling load pada simpangan =0 adalah :

................................................................................ 4.17

untuk penerapan pada simpangan geser beban critical buckling diredusir sebagai berikut:

. ................................................................................ 4.18

4.8 Kekakuan Lateral dan Histeresis Parameter dari Bearing

Lead Rubber bearings, dan Elastomeric bearing dibuat dari karet dengan redaman tinggi, mempunyai suatu hubungan gaya dan defleksi taklinear. hubungan ini disebut dengan loop histeresis, menggambarkan kekakuan yang efektip (rata-rata kekakuan pada suatu simpangan yang ditetapkan) dan redaman hysteretic disediakan oleh sistim. Tipikal kurva histeresis untuk Lead-rubber bearing adalah seperti yang ditunjukkan di dalam Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Kurva hysteresis LRBs

Untuk keperluan desain dan analisis, bentuk ini biasanya diwakili oleh kurva bilinear dengan kekakuan elastic (Ku) dan kekakuan leleh (Kd). Post-elastik stiffness Kd adalah sama dengan kekakuan dari elastomeric bearing sendiri (Kr). Gaya yang memotong sumbu displacement=0 disebut Qd, di mana:

Qd = σy.Apl ................................................................................. 4.19

Secara teoritis tegangan leleh dari inti bearing (lead), σy, adalah 10,5 MPa (1,5 ksi) tetapi kenyataannya secara umum berada pada kisaran 7 MPa sampai 8,5 MPa (1,0 sampai 1.22 ksi), tergantung pada beban vertical dan lead core confinement.

kekakuan Post-elastk, Kd , adalah sama dengan kekakuan geser dari elastomeric bearing sendiri:

................................................................................. 4.20

Modulus geser, Gγ, untuk High damping ruber bearing adalah merupakan fungsi dari regangan geser γ, dengan asumsi lead-rubber bearing diproduksi dari karet alami dengan pemeliharaan standar.

Ku = Kr

untuk elastomeric bearings

..................................................................... 4.21

untuk lead-rubber bearings

............................................................................. 4.22

Gaya geser bearing pada simpangan spesifik adalah :

Fm = Qd + Kr .∆ ............................................................................. 4.23

dari rata-rata, atau efektif, kekakuan dapat dihitung dengan :

............................................................................. 4.24

sedangkan periode dapat dihitung dengan :

............................................................................. 4.25

luas area yang diarsir pada kurve histeresis untuk LBRs, yang dihitung pada simpangan=∆m adalah: Ah = 4Qd(∆m - ∆y)

Equivalent viscous damping (β) dihitung dengan rumus:

................................................................................ 4.26

................................................................................ 4.27

5. Disain Pemasangan Isolasi Seismic (Connection Design)

5.1. Elastomeric Based Isolators

Pada awalnya seismic isolation bearings menggunakan pelat baja dengan baut yang melekat pada bearing. Teknologi industry saat ini telah memproduksi isolasi seismic dihasilkan menngunakan pelat flens, atau load plates, yang dilekatkan pada sisi atas dan bawah bearing pada saat produksi. Plat-plat ini beukuran lebih besar dibanding isolator dan digunakan untuk menghubungkan bearing tersebut pada pondasi dan struktur atas.

Load plate bisa berbentuk lingkaran, bujur sangkar atau segi empat, tergantung pada kondisi proyek. Posisi baut harus cukup jauh dari isolator sedemikian hinga tidak merusak bearing saat terjadi simpangan maksimum akibat gempa besar.

Secara konsepsual isolator yang di install diantara pondasi dan struktur atas dapat dilihat pada gambar 5.1. Desain sambungan harus dipastikan dapat mentransfer gaya maksimum dengan aman dari pondasi lewat bearing ke struktur atas.

Gambar 5.1 Typical Installation in New Building

5.2 Dasar Desain

Hubungan dari isolation bearing pada suatu struktur harus mampu mentransfer gaya geser, beban vertical dan dan momen lentur. Momen lentur terdiri dari momen primer (V.H) dan momen sekunder akibat efek P.∆. Disain geser relative bisa secara langsung. Disain momen lentur cukup rumit karena bentuk dari blok tegangan tekan belum diketahui, khususnya pada beban horizontal yang ekstrim.

Seperti diketahui bahwa pendekatan disain yang digunakan disini adalah sangat sederhana dan tidak dapat merepresentasikan kondisi tegangan yang sesungguhnya dari hubungan (Connection interface) ini. Bagaimanapun juga, prosedur ini menunjukkan hasil yang konservatif, seperti yang ditunjukkan oleh uji prototype dengan menggunakan baut yang lebih sedikit , dan pelat lebih tipis, dibandingkan dengan yang akan dibutuhkan oleh penerapan prosedur ini.

Desain bearing termasuk desain plat dan desain baut. Dasar desain bergantung pada spesifikasi proyek, tetapi secara umum harus mengikuti ketentuan nilai-nilai tegangan izin AASHTO, dengan faktor peningkatan beban gempa(seismic) sebesar 4/3, atau mengikuti persyaratan-persyaratan AISC.

5.3 Design Actions

Gambar 5.2 Gaya-gaya pada Bearing pada kondisi terdeformasi

Hubungan-hubungan dirancang untuk dua kondisi, (1) beban lateral maksimum dan (2) beban lateral minimum, masing-masing searah dengan simpangan akibat gempa maksimum dan gaya geser.

Gambar 5.3 Gaya-gaya pada kolom ekivalen

Bearing tersebut dibaut pada struktur atas dan bawah dan berfungsi sebagai ujung kolom yang menerima momen disain. Gambar 5.2 menunjukkan gaya-gaya yang terjadi pada bearing. Gambar 5.3 menunjukkan bagaimana aksi-aksi itu bisa dihitung sebagai satu kolom ekivalen pada sumbu pusat dari bearing.

Momen total akibat gaya geser , V.H, ditambah eksentrisitas, P∆, ditahan oleh momen yang sama pada bagian atas dan bawah dari isolator. Momen disain dapat dihitung dangan persamaan:

M= ½(VH+P∆) …………. 5.1

Gambar 5.4 Asumsi distribus gaya baut.

5.4. Desain Baut

Prosedur desain diadopsi dari pemasangan plat penghubung didasarkan pada kondisi yang disederhanakan seperti ditunjukkan di dalam Gambar 5.4, di mana beban aksial dan momen di tahan oleh kelompok baut. Di dalam Gambar 5.4, luasan yang digunakan untuk menghitung P/A adalah luas total semua baut dan modulus tampang digunakan untuk menghitung M/S adalah modulus tampang dari semua baut. Gambar 5.4 memperlihatkan tampang suatu plat beban berbentuk lingkaran. Suatu pendekatan yang serupa digunakan untuk bentuk-bentuk yang lain.

Seperti diketahui pada kenyataannya gaya tekan akan ditahan oleh kuat tekan dari pelat. Kekakuan bearing untuk menghitung ratio modular, dengan demikian posisi garis netral, tidak diketahui. Inilah yang menjadi alasan kenapa dibuat asumsi kelompok baut. Anggapan ini adalah konservatif, karena mengabaikan modulus tampang yang aktual dengan demikian merupakan batas atas dari tegangan baut.

Prosedur untuk desain baut adalah:

1. Hitung gaya geser per baut sebagai V/n, di mana n adalah banyaknya baut-baut.

2. Hitung beban aksial per baut sebagai P/A

3. Hitung tegangan per baut denngan momen = M/S, dimana S adalah modulus tampang kelompok baut.

4. Hitung tegangan netto per baut = P/A -M/S

5. Periksa baut untuk kombinasi tegangan geser ditambah tegangan tarik.

Prosedur ini dilaksanakan untuk beban lateral maksimum dan minimum.

5.5 Desain Plat

Untuk suatu pelat berbentuk lingkaran, asumsi distribusi gaya-gaya pada pelat segi empat tetap bisa dipakai sebagai dasar perhitungan, seperti ditunjukkan di dalam Gambar 5.5.

Lenturan diasumsikan kritis pada sekeliling segmen di bagian sisi tarik dari bearing.

Secara konservatif, dianggap bahwa semua baut (tiga di dalam contoh ini) mempunyai tegangan yang maksimum, dan juga bahwa ketiga baut tersebut mempunyai lengan tuas dari baut yang paling jauh.

Prosedur desain diadopsi untuk suatu pelat lingkaran didasarkan pada kondisi seperti ditunjukkan di dalam Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Pelat lingkaran Gambar 5.5. Pelat bujur sangkar

6. Lokasi Pemasangan Isolator Pada Gedung

Sebagai syarat utama untuk instalasi sistem isolasi seismic adalah bangunan mampu bergerak secara horizontal, biasanya minimal 100 mm dan dalam kasus tertentu sampai dengan 1meter.

Contoh lokasi pemasangan isolator dapat dilihat pada gambar 6.1, 6.2, dan 6.3

·

Gambar 6.1 Bangunan tanpa basement

Untuk bangunan tanpa basement, isolator ditempatkan diantara pondasi dan struktur atas seperti terlihat pada gambar 6.1. Tinggi bebas ruang spasi (crawl space) biasanya dirancang sedemikian hingga bisa memberikan keleluasaan untuk inspeksi dan kemungkinan penggantian isolator. Umumnya berkisar antara 1,2 – 1,5 meter.

·

Gambar 6.2 Bangunan dengan basement


Jika bangunan memiliki basement, maka lokasi isolator bisa ditempatkan di puncak kolom, tengah-tengah, atau pada bagian dasar kolom/dinding basement seperti terlihat pada gambar 6.2.

·

Gambar 6.3 penempatan isolator pada dinding


Untuk instalasi isolator pada dinding, maka dinding tersebut harus diperkuat untuk bisa mentransfer momen lentur dari gaya-gaya yang bekerja pada isolator ke pondasi, dalam hal ini biasanya memerlukan pilar segi empat seperti terlihat pada gambar 6.3.

7.Contoh Detail Pemasangan Isolator pada gedung

Gambar 7.1 sampai dengan 7.5 merupakan contoh detail penempatan isolator pada proyek baru dan juga proyek perbaikan struktur (retrofit project).

Gambar 7.1 Contoh Pemasangan Isolator pada bangunan baru

Gambar 7.2 contoh detail pemasangan isolator pada dinding

Gambar 7.3 Contoh Installation: Existing Column

Gambar 7.4 Contoh Installation: Existing Masonry wall

Gambar 7.5 Contoh Installation: Steel column

8. Penutup

Base Isolation yang biasa disebut isolasi seismic, merupakan salah satu kemajuan teknologi dibidang perancangan bangunan tahan gempa, yang memakai prinsip Pendekatan desain bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan.

Kriteria utama dari pemilihan pemakian isolasi seismic ini adalah : jika banguna berada pada tingkat resiko gempa tinggi, dan jika akibat beban gempa dibutuhkan detai-detail yang terlalu besar, dimana tidak dibutuhkan akibat pembebanan yang lain.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan pada pemilihan pemakain isolasi seismic adalah:

a. Berat bangunan, base isolation akan semakin efektif bekerja pada bangunan dengan massa yang berat.

b. Periode struktur, isolasi seiamic akan lebih efektif jika diterapkan pada bangunan dengan peride yang kecil.

c. Kondisi tanah, isolasi seismic sangat efektif pada tanah dasar keras.

Detail pemasangan dan penempatan isolator memerlukan beberapa asumsi yang banyak dipengaruhi oleh type dari isolator yang digunakan.

Daftar pustaka

Chopra, Anil K, 1995,Dinamics Of Structures Theory and Aplicastions to Eartquake Engineering,Prentice-Hall, New Jersey

Department of Public Works, 2005, Base Isolation Technology Los Angeles City Hall Seismic Rehabilitation Project,- Bureau of Engineering Los Angeles City

Kelly, Trevor E, 2001, Base Isolation of Structures- Design Guidelines,Edisi Revisi Juli 2001,Holmes Consulting Group,New Zealand

Kelly, James M.,1998 "Base Isolation: Origins and Development." National Information Service for Earthquake Engineering (NISEE) Website. <http://nisee.berkeley.edu/lessons/kelly.html>, Down load 25 Desember 2007

Ramallo C.; Johnson,E., Spencer Jr A., B. F,2002, ‘‘Smart’’ Base Isolation Systems, JOURNAL OF ENGINEERING MECHANICS, OCTOBER 2002

Shustov Valentin,2007, Modal Performance Factor Testing Procedure For Base Isolation ,California State University Northridge

Teruna Daniel Rumbi, 2007, Perencanaan Bangunan Tahan Gempa dengan Menggunakan Base Isolator (LRB): Contoh Kasus Gedung Auditorium Universitas Cendrawasih, Papaua,Seminar dan Pameran HAKI 2007,”Konstruksi Tahan Gempa di Indonesia”.

Takenaka Corporation,2007, Isolation Structures from The Ground Can Assure Safety Against Earthquakes, Download 25 Desember 2007, http://takenaka.com/

1 komentar:

  1. Bagus Artikelnya..kebetulan kita Produksi Elastomeric Bearing Pads

    BalasHapus